Rabu, 06 April 2011
Kelemahan Pemarah
“Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS. At-Taghabun, 14 )
Ghadhab artinya marah. Orang yang memiliki sifat ini disebut pemarah. Seorang pemarah sangat mudah tersinggung. Sedikit saja masalah yang dihadapinya akan menyulut kemarahannya. Orang pemarah selalu memandang orang lain dari sisi buruknya, su’uzhan/berprasangka buruk, sehingga memicu kemarahannya. Orang pemarah juga tak dapat melihat kekurangan dirinya sehingga mereka tak sabar dan marah melihat kekurangan orang lain. Orang pintar yang tidak sabar merasa tidak tahan melihat kebodohan orang lain, mereka memarahi orang bodoh yang dianggapnya sulit diajak menjadi pintar dan maju. Seorang ustadh yang tidak sabar akan mudah marah melihat kelakuan anak-anak yang terlihat tidak mengenal akhlakul-karimah.
“ Maka Bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).” ( QS. Al-Qalam, 48 )
Marah merupakan percikan api neraka yang siap membakar hati manusia. Hal ini tampak pada sorot mata orang yang marah, mata melotot kemerahan dan tampak mengerikan. Sebab urat nadinya, aliran darahnya telah tersambung dengan urat nadi setan yang tercipta dari api. Rasulullah mengingatkan, “Tiadalah sama seorang yang marah, kecuali ia telah pergi ke tepi neraka jahanam” . Marah bukan merupakan tanda kekuatan dan keberanian seseorang. Sebaliknya marah adalah tanda kelemahan dan sifat penakut seseorang. Menurut Rasulullah, “Bukanlah orang kuat itu karena pukulan ( berani dan mampu memukul orang lain ), tetapi sesungguhnya orang yang kuat itu ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” Oleh karena itu, mengendalikan marah merupakan sesuatu amal atau pekerjaan yang sangat penting dalam agama. Kalau kita menganggap shalat itu penting, maka nilai shalat itu akan hilang kalau kita mudah marah. Bukankah shalat itu berfungsi untuk mencegah perbuatan keji dan munkar, sedangkan kekejian dan kemungkaran dapat timbul akibat rasa marah.
Orang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan marah dan lebih suka memaafkan kesalahan orang. Membalas kejahatan orang lain dengan tindakan serupa, tidak ada manfaatnya bagi kita. Ada beberapa alasan mengapa kita tidak perlu membalas dan lebih baik memaafkan, yaitu :
1. Semua kejahatan, akibatnya pasti akan kembali kepada pelakunya sendiri. Meskipun
begitu, kita juga tidak perlu berharap agar akibat ini dialami pelaku kejahatan itu.
2. Kita tidak akan menjadi hina sebab dihinakan orang lain. Kita menjadi hina sebab
perbuatan kita sendiri.
3. Semua bentuk kejahatan akan dibalas sendiri oleh Allah. Jadi kita tak perlu lagi untuk membalasnya. Meskipun begitu kita tak boleh merasa dibela oleh Allah jika melihat
orang jahat itu menderita. Kita tak boleh mengira penderitaan yang dialami orang jahat itu sebagai balasan Allah karena pernah menyakiti kita.
4. Jika orang lain menyakiti kita, dan kita mampu menahan diri, maka kita akan
mendapatkan pahala, dosa kita akan dikurangi lalu ditimpakan kepada orang itu.
Namun keadaan ini jangan lalu membuat kita berbangga hati.
5. Sikap husnuzhan/prasangka baik. Bahwa kesalahan orang lain merupakan sesuatu yang
sebetulnya tidak dikehendakinya. Maka maafkanlah mereka karena sesungguhnya mereka
telah melakukan sesuatu yang sejatinya tidak diinginkannya.
Bahkan prasangka baik/bersikap positif ini terbukti dapat merangsang untuk menunjukkan citra diri kita yang terbaik. Sebaliknya prasangka buruk akan merusak semangat dan kinerja seseorang. Sikap positif ini bahkan juga telah terbukti dapat mengubah faktor genetika. Faktor yang selama ini disebut sebagai faktor keturunan dan tak dapat diubah. Tetapi pada Oktober 2004 ada pertemuan ‘Dialog Agama dan Ilmu Pengetahuan’ di India yang dihadiri ahli genetika terkemuka dunia berasal dari Jepang bernama Kazuo Murakami, Ph.D.,menunjukkan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa berpikir positif ( Husnuzhan ) akan membangkitkan gen-gen yang bermanfaat, selalu peka dan terdorong untuk kreatif akan membuat kita awet muda dan panjang umur, informasi baru dapat mengubah gen kita, dan niat baik akan memberi efek positif pada gen.
Itulah beberapa alasan untuk dijadikan sebagai landasan memaafkan kesalahan orang lain. Allah SWT berfirman,
“Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. ( QS. Asy-Syuura, 37 )
Marah dapat menimbulkan kerugian bagi kita, baik secara fisik maupun psikis, secara lahir maupun batin. Secara lahiriyah rasa marah akan menimbulkan : pemukulan dan bentrok fisik lainnya, bicara kasar berupa caci maki, mengumpat kesana kemari, badan bergetar karena denyut jantung yang terpacu sangat cepat ( bisa berakibat fatal bagi yang lemah jantung ), mata memerah, dan sebagainya. Secara batin rasa marah akan menimbulkan dendam, hasud, senang melihat penderitaan orang yang dimarahinya, gemar melakukan ghibah dan fitnah terhadap orang yang menjadi sumber kemarahannya.
Agar kita terhindar dari sifat pemarah dan akibat yang ditimbulkannya. Menurut Imam Ghazali ada dua cara untuk mengobati rasa marah yaitu :
1. Mengendalikan marah dengan cara melatihnya
Rasa marah tidak perlu dimatikan tetapi hanya perlu dilatih agar dapat kita kendalikan. Sebab rasa marah ada juga gunanya untuk berperang melawan orang kafir, untuk mencegah perbuatan mungkar, dan untuk melaksanakan tugas-tugas kebaikan lainnya. Rasa marah ibarat anjing pemburu, yang apabila dilatih dan dididik, akan dapat dikendalikan sesuai keinginan kita demi tujuan yang baik. Hal ini dapat kita lakukan dengan cara mujahadah atau bersungguh-sungguh membiasakan diri bersikap lemah lembut, menyimpan rasa marah dengan cara mengabaikan hal-hal yang menyebabkan marah.
2. Menahan marah ketika datang. Hal ini dapat dilakukan melalui :
a. Ilmu pengetahuan :
• Kesadaran bahwa sulit mencari alasan rasional yang membenarkan marah. Marah merupakan puncak kebodohan karena bertolak belakang dengan sunnatullah.
• Kesadaran bahwa kemarahan Allah jauh lebih besar dari kemarahannya. Namun Rahmat Allah jauh lebih besar sehingga orang-orang yang durhaka terhadap-Nya tidak serta merta mendapat amarah-Nya.
b. Amal perbuatan :
• Membaca ta’awudz karena marah itu dari setan
• Kalau marah dengan berdiri, supaya duduk
• Kalau marah ketika duduk, supaya berbaring
• Kalau marah belum juga reda, supaya berwudhu
Apabila berhasil menahan marah, kita akan mendapat berbagai keutaman seperti yang dijanjikan Allah melalui firmannya,
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” ( QS. Ali Imran, 133-134 )
sumber: www.mtsn24.co.cc
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bismillahirahmanirohiiim....ya Allah sy sering jengkel berkepanjangan, dan akibatnya dlm keluarga sering jd pelampiasan yg pd ahirnya timbul penyesalan, dan klw sdh begitu, ingin rasanya mati saja, sy berusaha terus tp selalu gagal. Orang pemarah dan penyesal seperti sy adalah orang bodoh dan dungu. Sy tau , keledai saja tdk mau masuk kelubang yg sama untuk ke dua kali nya, padahal keledai adalah simbol kebodohan, berarti sy lebih bodoh dr keledai, itulah gambaran orang yg pemarah...dia tdk layak hidup lagi!!!
BalasHapus